PetikMangga69 - SENTUHAN TANGAN WITO KE DALAM KELAMINNYA

SENTUHAN TANGAN WITO KE DALAM KELAMINNYA

PetikMangga69 - Berperawakan sedang ukuran rata-rata, tinggi tidak, pendek tidak, jelek nggak, cakeppun ngga, kulit sawo matang cenderung hitam agak berminyak, karena profesi sebagai penarik gerobak postur tubuh menjadi ideal tanpa fitness, maklum seorang penerik gerobak lebih banyak menggunaka otot ketimbang otak, sehingga secara tidak sengaja otot akan terbangun dengan sendirinya.

Jam kerja wito jam 3 sore hingga jam 12 malam melayani para pedagang-pedagang pasar membawa barang dagangan atau pembeli membawa pulang barang belanjaan. Dari sekian banyak langganan wito ada seorang pedagang sayuran dan bumbu dapur bernama narti yang begitu dekat dengan wito karena kebetulan pangkalan gerobak wito berada didepan counter atau tepatnya lapak dagangan mbok narti. Hubungan bisnis mereka tergolong dekat sampai-sampai pembayaran ongkos gerobak dibayar bulan oleh mbok narti.

Mbok narti berasal dari salah satu desa di indramayu, kulitnya hitam berwajah manis, dengan tinggi sedang tetapi memiliki sepasang buahdada ideal yang sering membuat mas wito melihat dengan sudut matanya, ukuran cukup mantap sekitar 34 atau 35. Telah bersuami bernama mas tarsica yang tinggal dikampung mengurus sawah dan bebek hasil berjualan narti di kota. Narti pun menyadari kalau wito sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu mempedulikan bahkan cenderung semakin berani mengekspos bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang hasrat birahi wito, malah kadang tatapan wito dan Narti seringkali bertemu yang akhirnya mereka saling senyum tanpa mengerti arti kejadian tersebut.

Pada suatu pagi wito mendapat telpon dari pamannya di kampung yang mengabarkan bahwa bude Sakem membutuhkan biaya untuk berobat karena sakit. Bude Sakem adalah orang yang menbesarkan wito ketiga dia ditinggal oleh orang tuanya transmigrasi ke Lampung. wito memang dekat dengan budenya yang satunya ini karena ia ingin membalas jasa budenya. wito bingung karena saat ini ia tidak memiliki uang. Uang dikantong hanya cukup untuk makan nanti siang.

Dalam kebingunganya wito teringat relasinya dipasar yah Narti, ia akan mencoba meminjam uang kepadanya, atau paling tidak ia mencoba meminta bayaran gerobak dimuka sehingga ia dapat segera mengirim uang tersebut kebudenya yang sedang sakit di kampung. Bergegas ia menuju rumah petakan Narti yang terletak di belakang pasar tempat ia berdagang. Kontrakan Narti merupakan rumah petakan kumuh terbuat dari tripleks dan dicet apadanya, rapat dan berhimpatan satu dengan lainnya. Petakan ini memang kebanyakan dihuni oleh sesama pedagang dipasar.

Tidak berapa lama wito tiba dipetakan Narti, suasana petakan sepi karena jam segini sekitar jam 9 sampai jam 11 kebanyakan penghuni pergi ke pasar induk kramat jati untuk membeli barang dagangan.

jangan-jangan Narti juga pergi belanja ke pasar induk. Dengan ragu-ragu wito mencoba mengetuk pintu petakan Narti, sepi tidak terdengar jawaban, kembali wito menjadi ragu apakah Narti ada di petakan. Ia kembali mencoba mengetuk pintu, tidak juga ada jawaban, ketika wito mulai merasa putus asa, terdengar suara penghuni sebelah petakan, seorang nenek tua, ibu dari seorang pedagang di pasar yang juga wito kenal mengatakan bahwa Narti sedang mandi di MCK dekat musola sekitar 25 meter dari petakan Narti.

”Tunggu aja di dalam mas, mbak Narti sebentar lagi juga selesai” ujar nenek tetangga Narti.

”Baik nek, tak tunggu disini aja” jawab wito dengan logat jawanya yang dihaluskan karena menghormati nenek.

Dengan perasaan galau wito menunggu Narti, tidak begitu lama wito menunggu terlihat Narti tergopong berjalan setengah berlari sambil menutupi bagian dadanya yang nampak tercetak dua bukit kembar karena Narti tidak menggunakan handuk melainkan menggunakan daster tidurnya yang telah tipis apalagi setengah basah kena air ketika ia mandi di MCK tadi.

”Weh ada mas wito, ada apa mas tumben kesini, ada perlu sama aku” Narti nyerocos sambil tetap bejalan menuju pintu petakannya

”Ya.. mbak.. aku ada perlu nih” Narti menyuruh wito masuk kepetakannya, karena ia tidak enak bicara diluar, ia berpikir tidak mungkin mas wito pagi-pagi begini kepetakannya kalau tidak ada perlu apalagi Narti melihat wajah wito tampak sedih.

”Ada apa Mas, sepertinya lagi sedih nih” tanya Narti

”Aku butuh uang Mbak budeku dikampung sakit, beliau minta aku mengirim uang untuk biaya berobat”, mata wito tidak lepas dari cetakan dada yang amat jelas didada Narti.

Dasar, wong lagi bingung kok matanya tetap ke ”susuku” pikir Narti.

”Sakit apa” Narti mencoba menyakinkan, dengan tidak berusaha lagi menutupi cetakan susunya seperti tadi saat ini berlari dari MCK menuju petakannya.

Pikirnya toh mas wito sering juga menatapnya pada saat ini berdagang.

”Saya nggak tau, tapi mereka meminta saya mengirim uang untuk berobat, mba boleh saya minta bayaran gerobak untuk bulan depan mbak” dengan setengah menunduk wito mengungkapkan maksudnya kepada Narti.

”Mas wito butuh berapa” tanya Narti

”Ya sejumlah bayaran upah saya aja, mba, 185 ribu” jawab wito dengan masih tetap menunduk.

”Sebentar ya mas” Narti beranjak ke balik hordeng biliknya, entah apa yang akan dilakukan wito bertanya-tanya

Sejenak wito dapat menilik benda-benda yang ada di petakan Narti, sebuah termos, 2 buah gelas kaca yang sudah tidak bening lagi, sebuah kasur butut dan radio kecil serta sebuah changer hp masih menempel di stop kontak. Dan apa itu, sebuah BH dan celana dalam yang rendanya mulai terurai benangnya milik Narti tergantung di jemuran di dalam petakan, mungkin malu kalau di jemur di luar. wito mengenali BH tersebut karena sering digunakan oleh Narti.

”Ini mas 200 ribu, aku buletin uangnya, sekalian aku membantu mas yang lagi ketimpa musibah, mudah-mudahnya bude Sakem cepat sembuh” suara Narti mengejutkan wito yang sedang browsing sekitang petakan Narti.

”Aduh terima kasih mbak” mata wito bersinar-sinar karena Narti berkenan menolongnya.

”Uang ini saya titipkan pada Yanto, tukang ketoprak tetangga kampungku yang kebetulan nanti sore akan pulang kampung”.

”Ya sudah cepat sana, nanti keburu Yanto tidak ada” ucap Narti

”Tanpa ba-bi-bu wito segera kerumah Yanto, situkang ketoprak yang akan pulang kampung.

”Yan… ini aku titip buat bude Sakem yang sedang sakit 190 ribu rupiah, yang 10 ribu untuk nambahin ongkos kamu, sekalian salam dan katakan aku belum bisa pulang ”

Adalah menjadi kebiasaan dilingkungan wito, saling menitip uang apabila ada seorang kerabat, tetangga kampung atau teman yang akan pulang kampung. wito juga telah beberapa kali dititipi oleh Yanto. Memang mereka tidak mengenal adanya transfer uang lewat bank.

”Baik nanti aku sampaikan To… wis kamu ndak usah bingung, semoga nggak ada apa-apa” ucap Yanto.

”Terima kasih To..hati-hati ya.” wito berucap sambil permisi kepada sahabatnya yang telah berkenan menerim titipan uang darinya untuk bude yang sedang sakit dikampung.

Kembali terbayang wajah bude Sakem, wajah yang teduh dan rela mengurus dan menganggapnya sebagai anak, wajah yang penuh kedamaian. Bagiamana budenya mengajarnya setiap malam, bagaiamana budenya menemani saat ia makan, semua kembali terbayang. Tapi karena faktor usia, saat ini beliau sedang tergolek lemah di kampung.

Tiba-tiba ingatannya kembali ke Narti, ia belum mengucapkan apapun kepadanya apalagi terima kasih setelah ia menjadi dewa penolong baginya. wito kembali menuju petakan Narti, untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang telah ia berikan.

Tidak berapa lama wito telah tiba dimuka petakan Narti, wito langsung menyeruak masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Terbelalak wito melihat pemandangan yang nampak di dalam, saat itu Narti sedang mengeringkan badannya dengan daster tipis sebagai pengganti handuk. Narti hanya menggunakan handuk untuk menutupi kemaluannya, sedangkan dua buah bukit kembarnya tertutup BH warna putih cenderung sudah menjadi cream yang tampaknya tidak dapat menampung isinya. wito tidak pernah membayangkan kalau payudara Narti begitu indahnya besar, putih dan masih seperti orang belum bersuami, mungkin karena jarang disentuh oleh suaminya

Mereka berdua terkesima, wito terbelalak menyaksikan pemandangan tersebut sedangkan Narti hanya diam seribu basa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba kedua mata mereka saling bertemu satu dengan yang lainnya, saling bertatapan dengan tetap tanpa suara, saat itu naluri sebagai manusia yang bicara, wito mendekat sementara Narti masih tetap diam tanpa bahasa, sementara bibir wito mulai mendekat bahkan dekat sekali ke kening Narti.

.

Narti merasakan hembusan birahi wito, akhirnya ia merasakan sebuah ciuman lembut mendarat dikeningnya, ia memejamkan mata tak tau harus menikmati atau apa yang harus dilakukan sementara, karena lembutnya kecupan wito, birahinyapun mulai terusik, apalagi setelah kecupan wito turun ke pipi kemudian terus turun menelusur hingga sampai pada bibirnya.

Hangat sekali kecupan wito, kecupan yang memang telah lama tidak ia rasakan, lidah wito lincah bermain di dalam mulutnya yang mau tidak mau mengundang hasratnya untuk melayani permainan lidah dan bibir wito.

Tangan kanan wito mulai menelusuri bagian belakang Narti yang memang tidak terbungkus apa-apa hanya seutas tali BH yang masih menggantung disana, diusapnya lembut pinggung dan pantat Narti, kemudian tangan kirinya mulai menelusur diperut Narti sehingga menimbulkan sensasi yang tidak terkira bagi pemiliknya

Ehhhh…………..Narti berguman menikmati usapan dan belaian serta kecupan bibir wito, ditambah lagi tangan kiri wito semakin mendekati dua bukit kembar miliknya yang masih terbungkus BH, sensasi yang dirasakan semakin nikmat. Tangan kanan wito naik dari pantat menuju pengait tali BH Narti dan dengan sentuhan halus, BH itu sudah terlepas dan meluncur turun sampai tertahan oleh handuk penutup kemaluan Narti.

Tampaklah oleh wito dua bukit kembar milik Narti yang kini bebas menggantung tanpa penghalang. wito semakin bersemangat dari semula mengusap, membelai kemudian kini sudah sampai pada tahap meremas, apa saja yang ia remas pantat, perut, pinggul hingga payudara Narti tidak luput dari remasannya. Hal ini semakin memuat Narti tidak berdaya, ia benar-benar dimabuk nafsu yang dibangkitkan oleh wito seorang penarik gerobak langganannya. Ia tidak ingat lagi suaminya dikampung, ia lupa segalanya.

Sedikit demi sedikit wito mendorong tubuh Narti ke arah kasur butut milik Narti yang hanya menurut saja oleh dorongan tubuh wito hingga ia menurunkan tubuhnya dan duduk dikasur. wito mengikuti gerakan Narti menuju tempat tidur mulutnya kini bermain lincah memainkan puting susu Narti. Seakan tidak puas hanya mengecup dan mengisapnya tanggan kirinyapun ikut membantu meremas-remas bukit kembar milik Narti.

Dengan dorongan wito kini tubuh Narti sudah tergolek dikasur tanpa penutup dada hanya handuk yang tidak mampu lagi menutupi kemaluannya karena tersingkap oleh gesekan-gesekan tubuh mereka.

Kebiasaan Narti, sehabis mandi ia hanya menggunakan handuk sebagai penutup barang miliknya yang paling berharga tanpa celana dalam, sedangkan bagian dada hanya dibungkus BH (mending BH-nya bagus). Kebiasaan berpakaian seperti ini kerap ia lakukan sambil beraktivitas di petakannya.

Kebiasaan seperti ini memudahkan wito untuk melakukan aksinya. Kembali ia mengecup bibir Narti yang memang sudah menunggu aksi wito berikutnya. Gejolak birahi yang dirasakan segera menghempas segalanya. Statusnya sebagai istri dari Tarsica seorang petani dan pemelihara bebek di kampung tidak lagi ia ingat. Apalagi tangan kanan wito mulai membuka handuk lusuh satu-satunya yang masih ia kenakan sebagai penutup kemaluannya.

Dengan sekali tarik, tampaklah oleh wito kemaluan Narti dihadapannya, rambut kemaluan yang tebal berwarna hitam tampak acak-acakan tak terawat menutupi bibis vagina milik Narti. Pantulan cahaya matahari yang menerobos lewat celah dinding petakan Narti membantu memberikan penerangan bagi wito untuk sejenak mengamati kemaluan Narti. Ia kagum dengan Narti kemaluan Narti yang tampak menonjol persis kue apem yang adonananya sempurna.

Narti agak risik melihat wito memandang vaginanya seperti hendak melihat seluruhnya, tak habis akal tangan Narti mengapai tonjolan diselangkangan wito yang memang sejak tadi menuntuk untuk dijamah, sejenak wito terhenyak sejenak ketika tangan Narti mendarat dikemaluannya, namun hal itu tidak terlalu lama, karena kenikmatan dan sensasi yang ia rasakan amatlah menghanyutkan, apalagi Narti mulai mencoba memasukkan tangannya kedalam celana wito. wito tak sabar segera ia memelorotkan celana sekaligus CD-nya, agar kenikmatan yang ia rasakan semakin terasa. Kaos berlambang salah satu Caleg Partai tertentu yang ia gunakan juga tak luput ia lepaskan

Tampaklah oleh Narti tubuh hitam, kekar karena sering menarik gerobak sayur milik wito mengkilap karena keringat dan torehan cahaya matahari. Belum hilang rasa kagum Narti terhadap kekekaran tubuh wito, ia merasakan sesuatu menyentuh kemaluannya, yah tangan wito mulai mengusap rambut kemaluan Narti yang tidak mengyangka bahwa seorang penarik gerobak mempunyai gaya bercinta yang romantis tidak seperti suaminya dikampung, cek-ecek-ecek sudah boro-boro ada pemanasan, terlalu terburu-buru, maklum katanya ia harus melihat aliran air disawah, apakah bendungan yang ia buat dapat mengalir keseluruh bagian sawahnya dengan sempurna. Jangankan orgasme bagi Narti terkadang terangsang pun belum. Lain halnya dengan wito yang rada sabaran dalam memacu birahinya.

Tidak puas hanya dengan membelai wito mulai menusuk-nusukan jari manisnya kevagina Narti yang telah basah oleh cairan birahinya, hangat dan licin yang dirasakan wito. Ehh…ehh…Narti meracau merasakan kenikmatan sentuhan tangan wito ke dalam kelaminnya. wito terus beraksi hingga ia tak tega melihat Narti meracau tidak menentu, mengelengkan kepalanya kekanan dan kekiri karena nikmatnya, apalagi tangan Narti beraksi dikemaluan wito mulai tidak menentu kadang mengusap kadang menggosok kadang memencet.

Disamping itu birahi witopun telah meninggi, akhirnya entah siapa yang memulai wito yang semangat menindih tubuh Narti, atau Narti yang tak sabar menarik tubuh wito untuk segera menindih dan memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluannya. Tangan Narti tetap dikemaluan wito untuk segera membimbingnya menuju lubang vaginanya, Sejenak wito menggosok-gosokkan kemaluan miliknya ke vagina Narti.

Narti mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, wito menusukkan kemaluannya… blesss…blesssssssssssss…Narti menggit bibir merasakan kenikmatan kemaluan wito meluncur kekemaluannya yang memang telah lama tidak dijamah oleh suaminya karena ia lama tak pulang kampung. Biasanya sebulan dua kali atau tiga kali ia pulang, tapi sudah dua bulan ini ia belum dapat pulang kampung, karena pasar sedang ramai menjelang pemilu.

Hampir seluruh kemaluan wito membenam di vagina Narti, sejenak mereka terdiam, masing-masing merasakan nikmatnya bersenggarama. Bagi wito ini adalah kenikmatan yang tak terhingga yang pernah ia rasakan, karena selama ini paling-paling hanya sabun mandi, tetapi karena telah beberapa kali menonton film biru bersama-teman sesama penarik gerobak, atau pengalaman mengintip tetangga disekitar tempat ia mengontrak rumah dan karena nalurinya ia dapat menjalankan peran dengan baik.

Selang beberapa saat mulailah wito menaik-turunkan tubuhnya menindih tubuh Narti, bunyi kecipak karena beradunya kelamin mereka dan dengusan nafas keduanya semakin menambah sensasi bagi mereka. Suasana pagi menjelang siang, dimana matahari nampak mulai meninggi semakin menambah suhu didalam petakan Narti dan sekaligus menambah gejolak birahi mereka. Memang seputar petakan Narti pada jam-jam seperti ini terasa lebih sepi, karena sebagian besar anak-anak sedang bergelut dengan kegiatan sekolah, sementara orang tua mereka yang kebanyakan para pedagang dipasar, sedang belanja barang daganganya, paling-paling hanya beberapa anak yang belum sekolah yang tinggal dirumah atau sperti nenek tadi yang memberi tahu wito bahwa Narti ada di dalam petakannya.

Mas…mas..mas… ehm..ehh..ehh desahan Narti semakin tidak menentu, hal ini semakin memacu birahi wito, dari pelan kemudian sedang kemudian cepat secara berulang-ulang wito menghujamkan kelaminnya kedalam vagina Narti. Uhg..uhg..mba..mba..wito mulai menimpali desahan Narti diiringi dengan dengus nafasnya laksana banteng ketaton.

Terasa oleh wito Narti mengangkat tubuhnya semakin tinggi dan gerakan kepalanya kekiri dan kekanan semakin cepat ditambah lagi dengan desahannya yang semakin tidak menentu, menandakan puncak birahinya akan segera tercapai. Mas…mas..aku..aku..ahhhhhhhhh. akhirnya meletuslah lahar birahi kenikmatan Narti. Kedua tangganya menarik kencang tubuh wito agar menghimpit tubuhnya sambil menjerit perlahan menandakan kenikmatan yang tiada terkira.

Sementara wito juga mulai merasakan hasratnya akan segera terpenuhi, dengan kecepatan maksimal ia mamacu menaikturunkan tubuhnya menindih tubuh Narti yang nampak tak berdaya setelah mengalami orgasme. Keringat mengucur deras hari tubuh hitamnya eh..eh..ehhhhh aku keluar mba…ahhhh. Tak terbayangkan nikmat yang dirasakan wito, terasa dari ujung jari kaki sambil keubun-ubun ia rasakan, sejenak ia terdiam dengan tetap menindih tubuh Narti yang juga ikut menikmati semburan sperma wito di rahimya. Nafas wito tidak menentu, seluruh tenaganya terkuran diakhir permainan tadi.

Keduanya nampak terkulai lemas, setelah menikmati permainan mereka, Narti nampak terdiam sementara wito tidak tau apa yang harus ia ucapkan. Akhirnya keduanya tertidur dengan tubuh masih telanjang tanpa sehelai benangpun.

Narte…Narte….Narte…sayup-sayup Narti mendengan seorang memanggil namanya, antara sadar dan tidak sadar sperti bermimpi. Narte…Narte….Narte kembali terdengan suara panggilan dengan logat Batak yang kental, keduanya terbangun Narti tersentak begitu juga dengan wito.

Setelah berulang kali barulah Narti bangun membuka pintu petakan tempat tinggalnya, dengan pakaian sekenanya, yaitu kain jarik panjang yang biasa digunakan untuk membawa dagangannya, rupanya si Butet yang datang hendak menagih uang cicilan yang harian utang Narti kepadanya. Butet layaknya bank keliling dipasa tempat Narti berdagang, ia meminjamkan sejumlah uang kepada para pedangan dan dicicil setiap hari, minggu atau bulan tergantung perjanjian, jangan tanya soal besaran bunga, pasti lebih besar dari bank, tapi para pedangan lebih suka ke si Butet ketimbang ke Bank, karena prosedur mudah, cepat dan tidak perlu KTP, KK dan Slip Gaji (he..he.. pengalaman kredit di bank nih).

Ia menyodorkan uang Rp. 15.000 kepada si Butet.

”Siang-siang begini rupanya tidur kau” seru Butet masih dengan logat yang Batak yang kental.

Narti hanya tersenyum sambil kembali menutup pintu, meninggalkan kebingunan Butet.

”Bah…malas kali kau rupanya” omel Butet.

Lain hal dengan Narti, sejenak ia kembali ketempat mereka bertempur tadi, dikasur tipisnya tidak lagi ia temui wito, tetapi hanya sebuah kaos kucel dan kusut berlambang caleg masih, kemanakah gerangan wito. Belum hilang kebingungan Narti, wito muncul dari belakang lemari plastik bergambar kembang yang sudah bolong disana-sini milik Narti. Rupanya wito bersembunyi disana saat tadi si Butet datang, ia takut kalau-kalau butet melihatnya sedang berada di patakan Narti, pasti kacau urusan.

Narti memandang wito yang muncul dari balik belakang lemari dengan pakaian setengah telajang dan menyadari kondisi tubuhnya yang masih tanpa mengenakan penutup kecuali jariknya. Barulah ia sadar akan apa yang terjadi, ia telah menghianati suami, telah menyerahkan sesuatu yang seharunya hanya ia berikan kepada suaminya tidak kepada wito, menunduk ia sambil menangis.

Sementara wito tidak tau apa yang harus dilakukan,

”maafkan aku mbak…maafkan aku, hanya itu yang keluar dari mulut wito. Narti masih saja tertunduk sambil menangis, keduan tangannya diletakkan diatas pahanya. ”Kamu nggak salah wito, aku yang salah”. Keduanya kembali terdiam.

wito mencoba kembali menbangun kekakuan suasana dengan mendatangi Narti dan membelai rambutnya, lembut sekali wito melakukan itu, berulang-ulang tangannya mengusap rambut Narti, pundak dan belakang tubuh Narti yang duduk menggeloso dilantai.

”aku minta maaf mba” sekali lagi wito berucap lirih.

Narti menjatuhkan kepalanya didada wito sambil mengangkap kepalanya dan berucap sama sperti yang ia ucapkan tadi.

”Kita sama-sama bersalah wito” tambahnya.

Seksi sekali bibir Narti saat mengucapkan itu dimata wito, ingin sekali ia mengecup bibir seksi itu, tapi ia masih ragu karena Narti masih menenteskan air mata. Sementara belaian tangan wito di kepala pundak dan belakang tubuhnya kembali mengusik birahi Narti yang memang sudah lama tidak tersentuh suaminya. Setan terus menggoda membisikkan kata-kata birahi kepada keduanya.

Akhirnya wito tak tahan dengan suasana dengan yakin ia mengecup bibir Narti, apalagi ia merasakan ada reaksi di bibir dan tubuh Narti, wito semakin berani usapan pada tubuh bagian belakang belakang sampai kebelakang telinga, mau tidak mau membangkitkan kembali hasrat seksual Narti, ia sedikit beringsuk kekiri meluruskan tubuhnya hingga berhadap-hadapan dengan wito sambil tetap menerima rangsangan dari bibir wito, tangannya mulai mencari apa yang seharusnya ia lakukan, mencari sesuatu diselangkangan wito yang memang sudah kembali terbangun dan siap beraksi.

Tegang dan keras serta mengkilap dibagian kepala sesaat ia mencuri pandang saat wito mengecup bibirnya. wito agak terkejut dan sedikit mengangkat pantatnya manakala tangan Narti menyentuh kelaminnya. Kini kecupannya tidak lagi di bibir Narti tetapi sudah kepipi kemudian turun keleher dan sampailah pada bagian atas dada Narto, terus turun diantara dua bukit kembar milik Narti, tangan kirinya menggapai buah dada Narti sebelah kiri sementara mulutnya mengecup halus puting susu Narti sebelah kanan sambil menjilat dan mengigit secara lembut.

Narti mendorong tubuhnya kemuka sementara tangan kirinya merapatkan kepala wito dan menyodor kedua payudaranya. Tenggelam wajah wito di dada Narti, sementara tangan Narti semakin keras mengenggam penis wito sambil turus menaik-turunkan tangannya mengusap dan mengocok penis wito. Beberapa lama aksi ini mereka lakukan, hingga akhirnya terdengar suara Narti

“mas…mas…mas wito sekarang, aku nggak tahan”. Narto menrorong tubuh Narti ke kasur tipis dengan kepalanya tetap payudara Narti, yang mengikuti gerakan wito menidurinya.

Penis wito yang sudah menegang maksimal sementara vagina Narti telah basah kuyup sejak sesekali tangan wito menjamahnya, mudah bagi wito memasukkan penisnya ke vagina Narti, hangat ia rasakan menjalar dibatang kelaminnya. Sejenak berhenti, kemudian maju dan mundur secara berirama wito menggenjot Narti. Sementara Narti begitu menikmatinya, kain jarik menutup tubuhnya tadi sudah tak tahu entah kemana, nikmat sekali ia rasakan sodokan wito dikelaminnya, terus…terus…terus…ahh..ahh, ia mendesah tak teratur.

Birahi yang dibangkitkan wito melalui penis, kecupan pada bibir dan payudara serta usapan pada belakang telinga dan bisikan-bisikan mesra yang diucapkan wito membuat Narti semakin mendekati puncak kenikmatan, ahh..ahh..ahhh..aku mau ssssaampaai..terusssss, makin tidak karuan ucapan Narti. Hingga akhirnya meledaklah birahi Narti diiringi dengan semakin maksimalnya hujaman-hujaman penis wito yang juga akan sampai pada puncaknya.

Ahhhhhhh ….bersamaan mereka mencapai hasrat birahinya, nafas kedua memacu tak karuan sementaram keringat mengucur dari kedua tubuh mereka, wito masih menindih tubuh Narti, ketika ia sadar bahwa ia harus segera bekerja manarik gerobak sayurnya, sementara Narti juga tersadar bahwa ia harus segera kelapak dagangnya. Akhirnya waktu menghentikan pertempuran mereka sebelum keluar dari petakan Narti, wito masih sembat mengecup bibir dan mengusap payudara Narti. Sementara Narti terseyum sambil memegang kedua payudaranya menyuguhkan kepada wito seakan menantang.

Sejak kejadian itu mereka, beberapa kali kembali mengulanginya setiap ada kesempatan, kadang di petakan Narti, kadang ditempat wito, bahkan mereka pernah melakukannya di rel kerata api dilakang pasar tengan tetap berpakaian.

Pernah suatu ketika hasrat Narti begitu menggebu, kebetulan pasar sudah mulai sepi karena sudah jam 1 dini hari, ia mengirim pesan pendek kepada wito untuk segera menjumpainya ditempat ”biasa”…..-

Untuk Informasi Lebih Lanjut

Hubungi Kami Melalui :

LiveChat : INIPOKER

Bbm : 58C38B8D

Line : inipoker

Wechat : inipoker88

Whatsapp : +855 927 644 08

Tweet